Eksportir Bisa Pakai Rekening DHE Sebagai Agunan Kredit

Ilustrasi uang rupiah 100k dan 10k

Slawipos.com – Eksportir Bisa Pakai Rekening DHE Sebagai Agunan Kredit,Bank Indonesia (BI) memberikan kemudahan bagi eksportir yang khawatir kekurangan modal karena diwajibkan menyimpan 30 persen Devisa Hasil Ekspor (DHE) di dalam negeri selama tiga bulan mulai 1 Agustus 2023. Eksportir bisa menggunakan rekening khusus simpanan DHE sebagai jaminan pengambilan kredit di perbankan.

Hal ini disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Kemenko Perekonomian, Jumat (28/7/2023). Perry mengatakan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah, dan perbankan untuk mengimplementasikan kebijakan ini.

“Kalau eksportir butuh rupiah, deposito valas atau reksus valas bank bisa digunakan sebagai agunan untuk kredit rupiah. Jadi bank bisa memberikan kredit rupiah kepada eksportir dengan agunan reksus atau deposito valas, (untuk besaran) suku bunganya antara bank dengan eksportir,” ujarnya.

Ketua DK Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar memastikan pihaknya telah memberikan arahan dan imbauan kepada seluruh perbankan agar bisa menjadikan rekening khusus DHE sebagai jaminan pemberian kredit kepada eksportir. Dengan demikian, maka eksportir tak perlu lagi khawatir jika kekurangan modal akibat DHE nya di tahan selama tiga bulan.

Baca Juga :   Pemerintah Naikkan Bea Keluar dan Pungutan Ekspor CPO, Ini Alasannya

“OJK memberikan dukungan penempatan DHE SDA dari eksportir di bank yaitu untuk dapat digunakan sebagai agunan tunai atau cash collateral sepanjang memenuhi persyaratan agunan tunai di dalam aturan OJK mengenai kualitas aset,” katanya.

Sebelumnya, para eksportir mengungkapkan kecemasan mereka dengan aturan wajib simpan DHE ini. Mereka menilai aturan itu bisa mengganggu arus kas perusahaan karena uang hasil ekspor yang biasanya bisa langsung digunakan kembali untuk berbisnis harus ditahan untuk waktu lama.

“Aturan tersebut akan mengganggu arus kas para eksportir SDA, bukan saja perusahaan pertambangan batu bara, tetapi juga mineral, kehutanan, perkebunan, dan perikanan,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia.

Senada, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menilai aturan tersebut akan membebani perusahaan. Sebab, para eksportir mau tidak mau harus menyediakan modal tambahan senilai DHE yang ditahan dalam melaksanakan kegiatan usaha.

“Sebenarnya itu menjadikan perusahaan harus menambah biaya, karena ditahan tiga bulan. Ujung-ujungnya perusahaan harus menyediakan modal kerja sebesar 30 persen dari devisa yang ditahan,” ungkapnya.