Slawipos.com – Harga BBM di Nigeria Tembus Rekor Tertinggi Usai Subsidi Dicabut, Nigeria, negara produsen minyak terbesar di Afrika, mengalami kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga level tertinggi dalam sejarah. Hal ini terjadi setelah Presiden Nigeria Bola Tinubu menghapus subsidi BBM yang telah berlaku sejak tahun 1970-an.
Dilansir dari Al Jazeera, Rabu (19/7/2023), harga BBM di Nigeria kini mencapai 617 naira atau US$ 0,78 per liter, atau sekitar Rp 11.700 per liter (kurs Rp 15.000/US$ 1). Harga tersebut diperbarui secara nasional pada hari Selasa, dari sebelumnya 557 naira (US$ 0,70) per liter di SPBU yang dioperasikan oleh Perusahaan Minyak Nasional Nigeria (NNPC) milik negara.
Tinubu, yang baru menjabat sebagai presiden pada Mei lalu, mengumumkan pencabutan subsidi BBM sebagai salah satu langkah untuk mengatasi masalah ekonomi dan utang di negaranya. Ia mengatakan bahwa subsidi BBM telah menimbulkan kerugian bagi pemerintah sebesar US$ 10 miliar tahun lalu.
Keputusan Tinubu ini menuai kontroversi di kalangan masyarakat Nigeria, yang terbiasa dengan harga BBM yang murah selama beberapa dekade. Pada tahun 2012, Presiden Nigeria saat itu, Goodluck Jonathan, juga mencoba untuk menghapus subsidi BBM, tetapi menghadapi protes besar-besaran yang dikenal sebagai Occupy Nigeria. Akhirnya, Jonathan membatalkan keputusannya setelah harga BBM naik dari 65 naira (US$ 0,14) menjadi 140 naira (US$ 0,30) per liter.
Sejak berakhirnya subsidi tahun ini, pemerintah Nigeria telah memberi izin kepada 56 perusahaan swasta untuk mengimpor bensin, dan 10 di antaranya akan memulai pengiriman pada kuartal ketiga. Sebelumnya, NNPC adalah satu-satunya importir bensin yang menggunakan kontrak swap minyak mentah.
“Dari 10 ini, tiga di antaranya telah mendaratkan kargo, dan perusahaan lainnya juga menunjukkan minat untuk mengimpor pada Agustus dan September,” kata Farouk Ahmed, kepala Otoritas Regulator Perminyakan Hilir dan Midstream Nigeria (NMDPRA), dalam sebuah pernyataan.
Nigeria mengimpor hampir semua bahan bakar olahannya karena kapasitas penyulingan yang tidak memadai dan pengabaian kilang yang ada.